Sepulang dari Amerika, Anjas Pramono Sukamto Ikut SKPP Daring di Bawaslu Kudus
|
Bawaslu Kudus News - Meskipun segudang prestasi telah didapat, tak menjadikan Anjas Pramono merasa jumawa. Bahkan saking pedulinya terhadap perkembangan perpolitikan di Indonesia, Anjas, begitu sapaan akrabnya, memutuskan untuk bergabung mengikuti Sekolah Kader Pengawasan Partisipatif (SKPP) secara daring yang diselenggarakan oleh Bawaslu.
“Karena pandemi Covid-19 di Amerika, saya pulang ke Indonesia dan memutuskan untuk mengikuti sekolah kader pengawasan dari Bawaslu,” kata peraih beasiswa YSEALI, sejenis program echange fully funded di Amerika Serikat itu melalui chat whatsapp kepada Ketua Bawaslu Kudus, Moh Wahibul Minan, Selasa (9/6/2020).
Anak laki-laki dari pasangan Sukamto dan Sri Susilowati ini, semenjak usia delapan bulan telah didiagnosa mengalami kelainan tulang “osteogenesis imperfecta”. Penyakit langka ini merupakan bentuk kelainan pengeroposan tulang saat masih kanak-kanak. Namun meski kondisi demikian, Anjas mengaku ikhlas menerimanya dan terus gigih belajar melanjutkan studinya hingga Universitas.
Keterbatasan fisik seseorang tidaklah menjadi hambatan dalam meraih cita-cita dan meraih segudang prestasi. Hal ini menjadi pemantik semangat penyandang disabilitas kelahiran Kudus, 28 November 1997, asal Desa Besito, Kudus, Jawa Tengah berhasil menyabet sederet prestasi akademik, baik di dalam maupun luar negeri. Bahkan berbagai aplikasi telah dia ciptakan. Diantaranya adalah “Aplikasi Difodeaf (dictionary for deaf)” yang menghantarkannya mendapat medali emas pada 2018 di University of Malaysia.
"Awalnya aplikasi Difodeaf (dictionary for deaf) ini sempat dihina oleh teman-teman saya, namun alhamdulillah akhirnya menjadi juara dan bisa membanggakan bangsa Indonesia," ujar alumni SMAN 2 Kudus dan SMP 2 Gebog ini.
“Ini adalah skenario Tuhan yang akan berakhir indah, Insya Allah saya ikhlas,” tandas Ketua Komisariat Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang ini.
Ayahnya yang seorang guru, membuat Anjas muda menjadi gemar membaca hingga ia tumbuh menjadi cerdas. Tercatat semenjak SD nilai rata-rata ujian nasionalnya mencapai 9,45. Bahkan saat SMA dia lolos untuk mewakili Indonesia dalam Olimpiade Matematika bersama 19 orang temannya di Singapura.
Kini aplikasi ciptaan Anjas yang kedua bernama Locable (Location for Difabel). Sedangkan aplikasi ketiga diberi nama Jubilitas (jual beli disabilitas). Pada Tahun 2018 dia juga menciptakan “Aplikasi Angkot” yang ujicobanya dipasang dalam angkot di Bali. Aplikasi lain yang menjadi karya pendiri Organisasi Forum Mahasiswa Peduli Inklusi (Formapi) ini yaitu “Aplikasi Guru Ngaji”.
Bahkan 2019 kemarin, tepatnya bulan September, Anjas diundang ke salah satu Universitas terkemuka di Amerika untuk mempresentasikan karyanya yang lain.
“Selama dua bulan saya di Amerika Serikat. Berkesempatan mengenyam perkuliahan di University of Nebraska Omaha, dan mendapat undangan khusus ke Gedung Putih (White House) Washington, dalam rangka presentasi aplikasi hasil ciptaan saya,” tambahnya. (Tim Humas Bawaslu Kudus/FZ)