Penguatan Demokrasi Lokal Melalui Pilkada Serentak 2024
|
Sistem ketatanegaraan dan politik di Indonesia telah mengalami dinamika dan perubahan pasca masa orde baru. Perubahan yang cukup progresif dan responsiif ini ditandai dengan tekad untuk menjauhi sentralisme dengan menghilangkan kekuasaan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Pemilihan Kepala daerah (Pilkada) secara langsung dan serentak adalah salah satu bentuk terobosan politik yang dilakukan untuk mengaplikasikan demokrasi pada tingkat lokal. (Solihah 2016). Secara teoritis pemilihan umum (dalam hal ini Pilkada) menjadi instrumen penting bagi kelangsungan demokrastisasi. Samuel P. Huntington dalam bukunya The Thirt Wave of Democratization in the Late Twentieth Century (1993) mengemukakan bahwa Pemilu merupakan esensi dari demokrasi. Lebih lanjut Huntington menjelaskan bahwa Pemilu saja tidak cukup, karena perlu adanya Pemilu yang bebas, jujur, dan kompetitif yang dapat dicapai dengan kebebasan berkumpul, berpendapat, pers dan partai oposisi dapat memberikan kritiknya terhadap penguasa tanpa ada rasa takut untuk direpresi. (Tjenreng 2020).
Pilkada Serentak yang akan dilaksanakan pada 27 November 2024 tercantum dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Walikota dan Wakil Walikota. Pilkada serentak ini akan dilaksanakan di seluruh daerah Indonesia dengan Kepala Daerah yang telah habis masa jabatannya tahun 2022, 2023, 2024 dan 2025 kecuali Provinsi DIY yang tidak memilih Gubernur dan kabupatem di DKI Jakarta yang tidak perlu melakukan pemilihan Bupati atau Walikota. Jumlah keseluruhan daerah yang mengikuti Pilkada Serentak adalah 37 Provinsi dan 508 Kabupaten/ kota.
Pada Pilkada, nantinya partai politik dan kandidat akan melakukan kampanye politik. Hal yang menarik, dalam kampanye di daerah yakni masing-masing kandidat akan fokus kepada tawaran dan konsepsi untuk memperjuangkan kepentingan dari daerahnya masing-masing. Merujuk dari riset yang dilakukan di negara Thailand, Turki dan Maroko diketahui bahwa politik lokal dimeriahkan oleh peran-peran yang dimainkan oleh orang kuat lokal yang justru mayoritas bukan dari lembaga politik modern seperti partai politik, akan tetapi mendapatkan dukungan sosial karena kekuatan yang dimilikinya seperti ekonomi dan kapasitas keagamaan.(Karim 2020). Hal ini menjadi tantangan bagi calon kandidat yang akan berkontestasi di Pilkada Serentak 2024, selain dari Partai Politik, masyarakat lokal juga akan melihat dari kedekatan secara kultural pada pasangan yang dicalonkan. Abdul Gaffar Karim dalam bukunya yang berjudul Menegosiasi Ulang Indonesia menjelaskan bahwa reformasi politik lokal merupakan proses renegosiasi kontrak sosial antara para aktor politik ditingkat lokal.
Tantangan dan Peluang Demokrasi Lokal
Pilkada Serentak yang merepresentasikan demokrasi lokal tetap memiliki tantangan dan peluang. Tantangan bagi demokrasi lokal yang pertama yaitu dari segi pembiayaan politik, di dalam UU Pilkada masih belum adaptif pada perkembangan dalam pembiayaan kampanye. Sehingga modal politik untuk menjadi kepala daerah masih relatif tinggi. Selain itu jika melihat kajian di Asia Tenggara tentang fenomena “orang-orang kuat lokal” yang masih dipertahankan oleh sisa otoritarianisme hal ini terjadi di Indonesia yaitu dengan munculnya dinasti politik lokal seperti di Banten yang dikuasai oleh trah jawara. Tantangan dari demokrasi lokal yang tercermin dari Pilkada adalah adanya kecenderungan lokal quo lokal yaitu pasca reformasi memang terdapat kecenderungan minat pada diskursus tentang politik lokal namun, lokal hanya sebagai penjelas dirinya bukan sebagai relasi politik nasional.(Karim 2020). Idealnya politik lokal bisa menjadi kekuatan baru yang mendorong pada demokrasi nasional yang dapat menyerap aspirasi dare masyarakat di daerah.
Sedangkan untuk peluang yang memungkinkan demokrasi lokal untuk dipertimbangkan yaitu bahwa selama ini Pilkada menjadi sumber rekrutmen politik nasional, hal tersebut dapat dilihat dari sejumlah kepala daerah yang akhirnya menjadi bagian dari pusaran politik nasional seperti Joko Widodo, Tri Rismaharini, Azwar Anas, Basuki Thahja Purnama, Ganjar Pranowo, dll. Selain itu Pilkada langsung yang disertai demokrasi yang sehat akan mengurangi resiko demokrasi lokal yang elitis dan menghindari praktik ologarki politik transaksional.
Peluang untuk menghentikan politik transaksional dalam Pilkada dapat diupayakan dengan melihat bahwa dalam Pilkada secara tegas memposisikan peran media dalam pesta demokrasi. Peran utama media dalam Pilkada serentak bisa dilihat pada saat debat calon, proses kampanye politik, dan pada saat pemantau dalam penjoblosan. Kandidat dapat memanfaatkan media sosial dan/ atau masa untuk berkampanye, selain efektif dan efisien kampanye melalui media sosial dapat lebih inovatif dan dapat meminimalisir biaya politik yang besar.
Menguatkan Partisipasi Masyarakat dalam Pesta Demokrasi Lokal
Partisipasi Masyarakat dalam sistem demokrasi merupakan hakiki dari sistem itu sendiri. Partisipasi dibutuhkan bagi sebuah negara untuk dapat meningkatkan arus informasi, memberikan pelrindungan pada Masyarakat, akuntabilitas dan memberikan suara bagi pihak yang terdampak kebijakan (Sisk 2002). Dalam kajian tentang partisipasi masyarakat harus ada pemenuhan meaningful participation yang akan menjadi tolok ukur suatu kebijakan telah tersusun dengan sempurna. Mahkamah Konstitusi mengartikan meaningful participation (partisipasi yang bermakna) ke dalam 3 komponen yaitu: (1) hak masyarakat untuk didengarkan pendapatnya, (2) hak masyarakat untuk dipertimbangkan pendapatnya, dan (3) hak masyarakat untuk mendapatkan penjelasan atau jawaban atas pendapat yang diberikan.
Semarak Pilkada Serentak tahun 2024 ini seharusnya dapat menjamin dan melestarikan partisipasi masyarakat dalam berbagai pertimbangan keputusan, kampanye, serta dengar pendapat dari masyarakat lokal. Hal ini akan memberikan kesempatan bagi para kandidat untuk memperoleh modal sosial yang disertai dengan rasa kepercayaan dan keyakinan dari masyarakat lokal. Kepercayaan politik yang diberikan masyarakat dalam Pilkada agar penyelenggara negara menjalankan kebijakan-kebijakan yang responsif terhadap kebutuhan masyarakat. (Suyatno 2016) Daerah-daerah di Indonesia membutuhkan Pilkada yang berintegritas dan berkualitas. Merujuk pada nilai-nilai, transparan, akuntabel dan memiliki karakter dan kekhasan daerah-daerah sehingga demokrasi lokal menjadi dipertimbangkan.
Penulis: Naili Azizah, S.H., M.H., Dosen HTN Universitas Muhammadiyah Kudus