Lompat ke isi utama

Berita

Memilih Pemimpin dengan Visi Misi sebagai Basis Pertimbangan

1 Juli 2024 Memilih Pemimpin dengan Visi Misi sebagai Basis Pertimbangan

Oleh Rosidi

Salah seorang kawan guru swasta di salah satu madrasah di Kabupaten Kudus, saat penulis menanyakan apakah dalam proses Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 mendatang, akan tertarik dengan iming-iming politik uang atau tidak saat pemilihan? 

Jawabnya cukup mengagetkan, yakni bahwa siapapun calonnya, yang akan tetap memperjuangkan adanya Honor Kesejahteraan Guru Swasta (HKGS), maka dia akan memilih calon tersebut. 

Hal itu cukup beralasan. Sebab, di tengah masih banyaknya guru swasta yang mendapatkan honor memadai, padahal harga-harga kebutuhan pokok kian mahal, maka adanya HKGS bagi guru swasta adalah salah satu hal (rizki) yang harus disyukuri.

Sebab, dengan adanya HKGS itu, maka seorang guru swasta akan terbantu dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari. 

HKGS sendiri, adalah salah satu ‘program’ dalam visi misi Bupati terpilih periode 2018 – 2023, M Tamzil – M Hartopo. Dan tentu ada banyak program lain yang layak mendapatkan perhatian dan apresiasi publik tersendiri.

Kendati dalam perjalanan kepemimpinan itu, M Hartopo mesti “menyelesaikan amanat memimpin Kudus” sendiri, dan kemudian setelah purna, roda pemerintahan Kabupaten Kudus “diteruskan” oleh Penjabat (Pj) Bupati.

Pj Bupati pertama yang menggantikan M Hartopo adalah Bergas C Penanggungan. Berikutnya, -yang masih berlangsung memimpin hingga kini- adalah M Hasan Chabibie. 

Pertimbangan dalam Memilih

Jika tidak ada perubahan, proses pemungutan suara Pilkada Serentak 2024, akan dilangsungkan pada 27 November mendatang. 

Tentu saja, proses menuju pemungutan suara itu, masyarakat perlu menimbang-nimbang, siapa calon yang layak dipilih untuk mengemban amanah memimpin Kabupaten Kudus masa lima tahun mendatang. 

Jika pada umumnya, dulu, politik uang menjadi “salah satu pertimbangan untuk memilih” bagi masyarakat, maka di Pilkada kali ini -dan seterusnya- bisa jadi politik uang tidak lagi menarik, seiring dengan kedewasaan politik masyarakat yang kian cerdas. 

Paling tidak, masing-masing memiliki penilaian mengenai siapa calon yang layak pilih. Dalam kasus guru swasta di Kabupaten Kudus, misalnya, adanya HKGS dalam visi misi pasangan calon Bupati/ Wakil Bupati yang akan maju, akan menjadi pertimbangan tersendiri bagi mereka untuk menentukan pilihan. 

Juga di bidang profesi yang lain. Petani, misalnya. Tentu mereka akan “senang” jika ada calon Bupati/ Wakil Bupati yang berkomitmen memperjuangkan mereka, terkait kelangkaan pupuk bersubsidi yang lazim terjadi, misalnya. 

Selanjutnya, bagi generasi milenial hingga generasi Z yang telah memiliki hak pilih, tentu tidak akan sama penilaiannya atas calon yang layak pilih. Karena kepentingan mereka tidak akan sama dengan guru swasta dan petani.

Maka bagi generasi milenial dan generasi Z, mungkin akan tertarik jika ada visi misi calon yang akan mengusung program-program penguatan kapasitas intelektual dan skill, yang akan bermanfaat bagi masa depan mereka. 

Poinnya adalah, bahwa pertimbangan rasional akan semakin dikedepankan oleh para pemilih (publik) dalam Pilkada 2024 yang akan datang. Sehingga visi misi akan menjadi basis pertimbangan pemilih, ketimbang iming-iming uang politik yang tidak seberapa dan bisa habis dalam hitungan menit saja. 

Saatnya Kontemplasi 

Dalam hal menentukan pilihan, selain alasan rasional yang berpijak dari visi misi para calon yang akan muncul, sebagi kaum beragama, tentu memiliki “laku” tersendiri yang bisa dilakukan. 

Sebab, memilih pemimpin ini bukanlah hal sederhana, melainkan hal serius, sehingga butuh kontemplasi (perenungan), agar tidak menyesal di kemudian telah menyalurkan suaranya. 

Bagi umat Islam, ibaratnya memilih pasangan hidup yang tidak boleh sembarangan, tetapi harus dipikirkan secara matang, dan bahkan perlu dengan melakukan shalat istikharah terlebih dahulu. 

Hal itu juga bisa dilakukan dalam hal menghadapi Pemilu/ Pilkada, sebagai upaya meminta petunjuk kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, agar mendapatkan pemimpin yang baik, jujur, memiliki integritas, dan bertangggungjawab.   

Sedang bagi umat non muslim, bisa melakukan “laku” sesuai tata cara yang ada dalam keyakinan atau agama mereka. Yang ini, merupakan ikhtiar batiniah, untuk menentukan pilihan, siapa calon yang layak dan tepat dipilih. 

Akhirnya, dalam memilih pemimpin, memahami rekam jejak para calon yang ada, juga perlu menjadi pertimbangan dalam menentukan pilihan, selain alasan rasional yang berpijak dari visi misi atau program yang ditawarkan, serta ikhtiar batiniah yang telah dijalankan. Wallau a’lam. (*) 

Penulis: Rosidi, Pegiat Literasi, Staf Pengajar pada Madrasah Aliyah (MA), dan Ma’had Aly TBS Kudus dan Mentor Cendekia Baznas Ma’had Aly TBS Kudus.