Lewat DIKSIKU, Bawaslu Kudus Dalami Aturan Penyelesaian Sengketa Pemilu
|
Bawaslu Kudus News - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Kabupaten Kudus kembali menggelar kegiatan Diskusi dan Kajian Regulasi (DIKSIKU), sebuah forum internal yang dirancang untuk memperdalam pemahaman seluruh divisi terhadap berbagai regulasi pengawasan Pemilu. Kegiatan yang berlangsung pada Rabu (5/11/2025) pukul 10.00 WIB ini menjadi momentum kebangkitan kembali program lama yang sempat terhenti.
Acara dibuka oleh Koordinator Divisi Hukum dan Penyelesaian Sengketa Bawaslu Kudus, Imam Subandi, yang menegaskan pentingnya DIKSIKU sebagai wadah pembelajaran lintas divisi. “Kegiatan ini bukan sekadar diskusi biasa, tetapi menjadi sarana agar setiap divisi memahami regulasi dari divisi lainnya,” ujarnya. Ia juga menyampaikan bahwa kegiatan DIKSIKU akan digelar secara rutin setiap dua minggu sekali, dengan penyaji bergilir dari setiap divisi.
Pada kesempatan pertama, Divisi Penyelesaian Sengketa menjadi pembuka dengan mengangkat tema “Kajian Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilu”. Imam Subandi menambahkan bahwa kegiatan ini diharapkan tidak berhenti pada diskusi internal semata. “Ke depan, hasil kajian ini bisa dikembangkan menjadi podcast edukatif agar masyarakat luas juga memahami bagaimana Bawaslu bekerja menyelesaikan sengketa Pemilu,” tuturnya.
Sebagai moderator, Novia Musyafaq memberikan pengantar mengenai isi dan substansi Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Sengketa Proses Pemilihan Umum.
Penyaji utama, Satyawan Rianaldi Pradipta, kemudian memaparkan materi secara rinci. Ia menjelaskan bahwa sengketa proses Pemilu terdiri dari dua jenis, yakni sengketa antar peserta Pemilu (PSAP) dan sengketa antara peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu. Dalam paparannya, Satya menyebutkan contoh konkret PSAP, seperti kasus di mana pasangan calon menempel alat peraga kampanye (APK) hingga menutupi APK pasangan calon lain. “Dalam kondisi seperti itu, pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan sengketa ke Panwaslu Kecamatan,” jelasnya.
Penyelesaiannya dilakukan secara cepat dan tanpa biaya (Pasal 3) melalui mekanisme musyawarah mufakat (Pasal 11). Panwaslu Kecamatan diberi mandat oleh Bawaslu Kabupaten untuk menyelesaikan sengketa tersebut paling lama dalam waktu tiga hari sejak permohonan diterima (Pasal 7). Namun, setiap langkah yang diambil wajib dikonsultasikan dengan Bawaslu Kabupaten guna menghindari perbedaan tafsir (Pasal 11 ayat 5).
Satya juga menyinggung bagian lain dari peraturan, yakni Bab III tentang sengketa antara peserta Pemilu dengan penyelenggara Pemilu. Menurut Perbawaslu Nomor 9 Tahun 2022, objek sengketa proses Pemilu adalah keputusan atau Berita Acara (BA) KPU yang dianggap menimbulkan kerugian bagi peserta Pemilu. Berdasarkan Pasal 14 hingga Pasal 22, sengketa jenis ini timbul akibat adanya hak peserta yang dirugikan secara langsung oleh tindakan atau keputusan KPU di berbagai tingkatan. Keputusan yang menjadi objek sengketa umumnya berupa surat keputusan atau berita acara, kecuali keputusan yang merupakan tindak lanjut dari putusan Bawaslu, Mahkamah Konstitusi, atau pengadilan (Pasal 15).
Menariknya, menurut Pasal 16 hingga Pasal 22, baik pemohon, termohon, maupun pihak terkait dalam penyelesaian sengketa dapat menunjuk kuasa hukum berdasarkan surat kuasa khusus. Ketentuan ini menunjukkan bahwa Bawaslu menekankan aspek formal dan akuntabilitas dalam setiap proses penyelesaian sengketa.
Usai pemaparan, sesi diskusi berjalan interaktif. Imam Subandi kembali memberikan masukan agar setiap pemaparan dimulai dari dasar-dasar penyelesaian sengketa, seperti jenis dan tahapan penyelesaiannya. Ia juga menyoroti keterbatasan SDM mediator dalam pelaksanaan mediasi di lapangan. “Perlu ada peningkatan kapasitas, terutama bagi mediator,” ujarnya.
Pertanyaan juga datang dari Ady tentang tingkatan kewenangan dalam penyelesaian sengketa. Imam menegaskan bahwa penyelesaian dilakukan sesuai dengan jenjang kewenangan, meskipun lokus kasus berada di wilayah tertentu. “Kalau bukan ranah tingkatan yang bersangkutan, maka tidak bisa ditangani di luar kewenangan,” tegas Imam menjawab pertanyaan.
Disisi lain, Rosid turut mengajukan pertanyaan menarik tentang cara membedakan sengketa dengan pelanggaran. “Perbedaannya bisa dilihat dari objeknya,” jelas Imam. “Kalau sengketa itu terkait keputusan atau berita acara KPU yang menimbulkan kerugian bagi peserta Pemilu, sementara pelanggaran lebih kepada tindakan yang melanggar ketentuan hukum Pemilu.”
Sementara itu, Koordinator Divisi SDM, Organisasi, dan Diklat Bawaslu Kudus, Septyandra Trisnasari menekankan pentingnya seluruh staf memahami proses penyelesaian sengketa, bukan hanya divisi yang membidangi.
Kegiatan DIKSIKU kali ini berakhir dengan semangat baru untuk terus belajar dan memperdalam regulasi. Imam Subandi menutup kegiatan dengan harapan agar DIKSIKU tidak hanya menjadi forum internal, tetapi juga wadah pembentukan budaya intelektual dan kolaboratif di lingkungan Bawaslu Kudus. [*]
Penulis: Desi
Foto: Rosid
Editor: Tim Humas Bawaslu Kudus