Lompat ke isi utama

Berita

Diskusi Daring Bahas Pilkada di Tengah Pandemi, Realistiskah?

Diskusi Daring Bahas Pilkada di Tengah Pandemi, Realistiskah?

Bawaslu Kudus News – Total 270 daerah di Indonesia akan menyelenggarakan pemilihan serentak tahun 2020. Namun belum sampai ditengah pelaksanaan, tahapan pemilihan ditunda akibat adanya pandemi Covid-19. Pandemi ini telah menyebar dibeberapa wilayah di Indonesia.

Selasa (26/5/2020) Bawaslu Kota Bukittinggi mengadakan diskusi daring via apikasi zoom meeting, dengan mengangkat tema “Pilkada di Tengah Pandemi, Realistiskah? Tinjauan Yuridis, Praktis, dan Medis”. Anggota Bawaslu Kabupaten Kudus, Rif’an turut menjadi salah satu peserta dalam diskusi tersebut.

Bertindak sebagai narasumber adalah Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Muhammad Arwani Thomafi, Anggota Bawaslu RI, Mochammad Afifuddin, Anggota KPU RI, Hasyim Asy’ari, Wakil Ketua Satuan Gugus Tugas Covid-19 Kota Bukittinggi, Deddy Herman, Dosen HTN dan Ketua Pusat Studi Hukum dan HAM (PUSHAM) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Khairul Fahmi.

Pada kesempatan itu, Mochammad Afifuddin mengatakan, pelaksanaan Pilkada serentak 2020 di tengah masa pandemi Covid-19 membutuhkan banyak inovasi. Salah satunya inovasi pemilihan melalui pos. Sehingga pemilih tidak perlu mendatangi Tempat Pemungutan Suara (TPS).

“Itu mungkin bisa menjadi salah satu opsi, tetapi harus ada instrumen hukum yang kuat dan dites kelayakannya untuk menjaga suara dari pemilih,” ungkapnya

Selain inovasi, dia juga menuturkan, Pilkada tahun ini diperlukan implikasi pembiayaan tambahan. Seperti membuat TPS yang menyesuaikan dengan protokol Covid-19. Lalu menyiapkan Sumber Daya Manusia (SDM) Petugas kesehatan. Supaya menekan resiko penyebaran Covid-19 di sekitar TPS.

“Protokol penanganan Covid-19 harus dilaksanakan secara maksimal. Jika protokol tidak bisa dilakukan secara maksimal, kredibilitas Pemilihan bisa dipertanyakan,” terangnya.

Sementara itu, Khairul Fahmi meragukan kesiapan penyelenggaraan Pilkada tahun 2020. Baginya penundaan pemungutan suara menjadi Desember 2020 di tengah masih naiknya grafik jumlah warga positif corona akan memberi dampak psikologis meluas dalam penyelenggaraan Pilkada.

“Para penyelenggara, lebih-lebih penyelenggara ad hoc di level Kecamatan, Desa/Nagari/Kelurahan dipastikan tidak akan bisa bekerja optimal. Sebab, secara psikologis, mereka akan merasakan ketidaknyamanan akan ikut terpapar atau memaparkan virus. Demikian juga bagi pemegang hak pilih, juga akan memilih untuk lebih menjaga kesehatan dari ancaman virus dibanding ikut serta dalam tahapan Pilkada,” ujarnya. (Tim Humas Bawaslu Kudus/JF&DM)